Pandemi COVID-19 kian marak di Negeri Tirai Bambu
sejak akhir tahun 2019. Hingga tiba gilirannya Indonesia menjadi salah satu
Negara yang terpapar virus COVID-19 ini. Sejak Maret 2020, COVID-19 menjadi
wajah baru bagi Indonesia. Seluruh aktivitas kehidupan masyarakat diselaraskan
dengan kebijakan pemerintah yang baru, dengan maksud pencegahan penyebaran
COVID-19. Hal tersebut juga berdampak bagi warga binaan Lapas Perempuan Kelas
II A Jakarta.
Lapas menjadi “rumah” ke-2 bagi para warga binaan. Kehangatan
dan keharmonisan adalah hal yang didambakan bagi seluruh warga binaan. Meski
mereka adalah “orang yang salah” di mata masyarakat, namun mereka tetap manusia
yang hak asasinya ditanggung oleh Negara. Sebelum pandemi ada, berbagai
kegiatan dilaksanakan di Lapas ini. Mulai dari pengembangan diri (life skill),
kegiatan keagamaan, hingga kegiatan yang melibatkan anggota keluarga, seperti
bazar.
Sejak pandemi berlangsung, kegiatan tersebut dibatasi.
Karena sistem kebijakan di Lapas ini perlu menyesuaikan dengan kebijakan
pemerintah selama pandemi ini berlangsung. Sehingga, kegiatan pengembangan diri
atau kegiatan keagamaan benar-benar dibatasi. Bahkan kunjungan bagi keluarga
warga binaan pun ditiadakan, yang biasanya kunjungan ini dilakukan 3 kali dalam
seminggu.
Momen-momen tersebut masih dihentikan. Warga binaan terpaksa memendam rindu dengan keluarganya demi mengikuti anjuran dari pemerintah. Walaupun sebenarnya Lapas sudah menyediakan wadah untuk bertemu melalui video call, namun perjumpaan secara nyata adalah hal yang tidak dapat diwakilkan. Dalam video call, warga binaan tidak dapat saling memeluk atau berjabat tanggan untuk melepas rindu.
Walau demikian, pandemi tidak selamanya menjadi hal
yang buruk bagi mereka. Disisi lain, pandemi menjadi anugerah bagi sebagaian
warga binaan. Karena adanya anjuran untuk menjaga jarak dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19, KEMENKUMHAM mengeluarkan kebijakan untuk membebaskan warga binaan
dengan Asimilasi dan Integrasi.
Pembabasan masal pun dilakukan, tidak hanya di Lapas Perempuan
Kelas II A Jakarta, tapi juga di hampir seluruh Lapas di Indonesia. Karena
adanya pengurangan jumlah warga binaan, ruang-ruang lapas menjadi lebih luas
dari sebelumnya, termasuk “kamar tidur”. Sebelum pandemi, kamar yang ukurannya
hanya sekitar 5 x 3 meter itu, diisi sekitar 26 hingga 30 warga binaan. Jadi,
mereka hanya memiliki ruang seukuran badan saja dalam kamar tersebut. Sejak
pandemi, kamar hanya diisi oleh 12 atau maksimal 16 orang warga binaan, kamar
menjadi lebih luas.
Selain itu, selama pandemi ini kesehatan warga binaan
semakin diperhatikan. Seluruh pertugas Lapas semakin sigap apabila ada salah
satu dari warga binaan yang sakit. Fasilitas kesehatan pun semakin
ditingkatkan. Pemberian vitamin dan pengecekkan kesehatan yang dilakukan oleh
petugas kesehatan, menjadi salah satu rutinitas baru bagi warga binaan. Banyak
hal positif yang terjadi di Lapas Perempuan Kelas II A Jakarta setelah adanya
pandemi COVID-19 ini. Karena sifatnya positif, harapannya hal ini tetap
diterapkan meski pandemi sudah berlalu.