Pandemi Covid-19 telah menyebar ke 210 negara, termasuk Indonesia.
Akibatnya, hampir semua sektor mengalami kontraksi, termasuk perbankan. Namun,
perbankan adalah dianggap cukup mampu bertahan dari badai dampak berdasarkan
krisis sebelumnya. Pandemi Covid-19 memberikan dampak signifikan
terhadap perkembangan ekonomi .
Pandemi Covid-19 adalah tantangan
bagi dunia bisnis, termasuk industri
jasa keuangan seperti perbankan. Berdasarkan
data statistik perbankan Nasional pada
April 2021, jumlah jaringan
kantor Bank Umum adalah 29.780 cabang yang tersebar di berbagai wilayah di
Indonesia yang didominasi oleh Pulau Jawa. Sejalan dengan wilayah
terbanyak ditemukan Covid-19
yaitu di pulau Jawa.
Ini menunjukkan bahwa sebagian besar kantor
Bank Umum berada di zona merah.
Sektor perbankan merupakan salah satu tumpuan
untuk pemulihan ekonomi Nasional dengan melakukan rangsangan dan stimulus pada pertumbuhan
sektor umkm melalui pemeberian kredit modal kerja yang menurun bahkan tidak
tumbuh karena dampak pandemi Covid-19. Permintaan kredit yang menurun ini
menjadi salah satu perhatian pemerintah saat ini. Hal tersebut diungkapkan serupa
oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Ibu Sri Mulyani Indrawati saat menjadi salah
satu panelis dalam acara High-Level Seminar on Banking Supervisory and Regulatory
in a Post-Pandemic World yang diselenggarakan secara virtual pada Senin
(16/11).
Walaupun bauran kebijakan fiskal dan moneter
telah dilakukan dengan cara pemberian injeksi dana pada sektor perbankan serta
pemberian fasilitas penjaminan kredit , (BI) menyatakan telah menambah
likuiditas ke perbankan sebesar Rp819,99 triliun sejak tahun 2020. Namun
ternyata permintaan kredit pada perbankan masih rendah. Selain itu, perbankan
juga masih berhati-hati dalam memberikan kredit karena mereka memproyeksikan perekonomian
yang masih belum membaik.
Dalam usaha untuk memulihkan permintaan kredit
perbankan, maka hal ini erat kaitannya juga dengan upaya untuk memulihkan
permintaan riil konsumsi di masyarakat. Usaha untuk memulihkan kembali
permintaan riil dilakukan pemerintah melalui berbagai skema yang ada pada
program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) diantaranya adalah dengan program
jaminan sosial dan bantuan sosial untuk mempertahankan konsumsi masyarakat,
penyederhanaan proses dalam pemberian fasilitas baik subsidi maupun insentif
bagi para pelaku UMKM, serta penempatan dana pada perbankan untuk menjaga
likuiditasnya.
Sejumlah bank di dalam negeri sudah
mengeluarkan kebijakan dan aturan relaksasi atau keringanan kredit kepada
perusahaan yang terdampak pandemi corona (COVID-19). Kebijakan dan aturan tersebut
telah sesuai dengan arahan dari OJK yang
hanya memberikan keringanan pada perusahaan yang memiliki plafond kredit di
bawah Rp 10 miliar. Keringanan ini berupa restruktur fasilitas kredit baik
dalam bentuk perpanjngan jangka waktu maupun keringanan suku bunga kredit. Tapi
pada realitanya plafond pinjaman yang ditas Rp 10 miliar banyak yang terdampak
sehingga bank juga melakukan relaksasi atau restruktur.
Beberapa bank yang sudah mengeluarkan
kebijakan kredit diantaranya Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, Bank Panin
Indonesia, Permata Bank, BTPN, Bank KB Bukopin, Bank BCA, Bank DBS, Bank Index
dan Bank Ganesha.
OJK telah menyampaikan dalam siaran persnya No.72/DHMS/OJK/X/202 bahwa realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan per tanggal 28 September 2020 sebesar Rp904,3 Triliun untuk 7,5 juta debitur. Sementara NPL di bulan September 2020 sebesar 3,15% menurun dari bulan sebelumnya sebesar 3,22%. Untuk menjaga prinsip kehati-hatian, bank juga telah membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang dalam 6 bulan terakhir menunjukkan kenaikan.
OJK senantiasa mencermati dinamika dan
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga kestabilan di sektor
jasa keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi nasional.