PENUTUR KESADARAN
INDONESIA
Oleh Jejen Musfah, Dosen UIN Jakarta
Nanang Qosim Yusuf lahir pada 12 Agustus 1979 di Desa Kalibuntu Losari Jawa Tengah. Naqoy demikian ia
biasa disapa lahir dari keluarga
sederhana—untuk tidak mengatakan miskin.
Ayahnya seorang penarik becak dan petani padi. Ibunya adalah ibu rumah tangga
biasa.
Suatu hari Naqoy pulang dari Pesantren Munjul Astanajapura Cirebon bersama tiga rekannya. Mereka berpapasan dengan ayahnya yang sedang
mengayuh becak. Saat itu ayahnya menutupi mukanya dengan kain dengan harapan
tak dikenali. “Nang, itukan ayah kamu?” tanya seorang temannya. “Iya betul”,
kata Nanang saat itu. Rekan dan Nanang langsung mendekati ayahnya untuk salaman dan melanjukan
perjalananya ke rumah. Waktu itu bagi Nanang tidak ada perasaan malu dan minder
di hadapan teman-temanya namun tidak untuk ayahnya, keesokan harinya roda becak
sang ayah diikat dengan rantai besi dan sang ayah mulai mengurung diri dan
memutuskan untuk tidak menarik becak lagi.
Sang ibu mulai curiga dan bingung dengan
apa yang terjadi dangan sang ayah, setelah lima hari berturut-turut tidak
menarik becak akhirnya Naqoy diminta oleh ibunya untuk menanyakan gerangan
apakah yang terjadi dengan ayahnya, ketika naqoy bertanya kepada ayahnya “Pak,
kenapa ga narik becak lagi?, sang ayah menundukan wajahnya dan berkata dengan meneteskan
air mata pertama kalinya sambil berkata “nang, bapak takut kamu malu punya
bapak seperti ini dihadapan teman-teman kamu kemarin itu nang”, air mata sang
ayah menetes dihadapan naqoy lalu dirinya mendekap sang ayah sambil berkata “suatu
hari pak, akan ada bintang yang bersinar di rumah ini.
Itulah yang disebut dalam bukunya “One
Minute Awareness’, satu menit kesadaran yang memotivasi seseorang menemukan
lompatan perubahan hidup yang bahkan tidak pernah terduga sebelumnya.
Setelah tamat madrasah aliyah Naqoy melanjutkan pendidikan
sarjananya di Prodi PAI UIN Jakarta. Berbekal 65.000 rupiah dari ayahnya, ia
berangkat ke Ciputat. Uang itu tidak cukup sehingga selama mahasiswa ia tinggal
di Masjid Fathullah sebagai marbot masjid.
Tugasnya membersihkan lantai masjid, kamar mandi, dan toilet masjid.
Pada masa inilah, selain sebagai mahasiswa dan marbot, Naqoy berguru kepada
Nasarudin Umar, Rani Anngraeni, dan Pamugari Widyastuti. Ketiga orang inilah
yang menurutnya berpengaruh besar terhadap sukses hidupnya saat ini.
Bersama ketiga gurunya itulah Naqoy mendirikan dan aktif di ICNIS (Intensive Cource and Networking for Islamic Science), lembaga kajian psikologi dan keislaman di Masjid Fathullah—yang
merupakan masjid kampus; saat ini UIN Jakarta memiliki dua masjid.
Trainer Kesadaran
Karena memiliki nilai terbaik saat lulus sarjana Naqoy sempat
menjadi asisten dosen di fakultas tarbiyah UIN Jakarta dan Universitas
Paramadina. Tidak bertahan lama pada 2006 ia memutuskan berhenti. Pada tahun yang sama buku perdananya terbit berjudul The7Awareness, tahun yang sama
ada resensi di kompas dengan tajuk “ Kalau di barat ada 7 habits di timur ada
The7Awareness” sontak saja bukunya menjadi laris manis diborong para pembaca di
Gramedia.
Naqoy yang memiliki dua saudara ini memutuskan fokus pada
kewirausahaan bidang pelatihan motivasi dan karakter positif. Pada 2007 suami
Dewi Umronih ini mulai melaksanakan pelatihan motivasi. Lembaga dan individu
yang dilatihnya sangat luas, mulai dari BUMN, perusahaan swasta, lembaga
negara, instansi pemerintah, hingga artis.
Kliennya bukan hanya perusahaan dalam negeri tetapi juga perusahaan
swasta luar negeri. Mitranya sudah mencapai 200 perusahaan, yaitu pelatihan
membentuk karakter positif.
Pada 2008 Naqoy mendirikan Rumah Kesadaran, lembaga yang menaungi
semua jenis pelatihannya. Pria muda sukses yang kini memiliki empat anak (tiga
perempuan dan satu laki-laki) ini mendapatkan rekor muri peserta pelatihan
terbanyak yaitu 18.000 peserta pada 2009. “Selama dunia belum ada yang
komplain, inilah rekor tingkat dunia,” kata Jaya Suprana di Istora Senayan pada
tanggal 26-27 September 2009 lalu, tepat dirinya masih berusia 29 tahun, Rekor
MURInya mengalahkan rekor sebelumnya yang diraih oleh Andre Wongso dengan
peserta 13.000 di Istora Senayan.
Pelatihannya mencakup tema seminar motivasi OMA (One Minute
Awareness), character building, dan bagaimana mengubah nasib dan kebiasaan. Pelatihan
tidak hanya diberikan kepada karyawan dan pimpinan perusahaan tetapi kepada
mahasiswa dan dosen. Beberapa kali Naqoy mengisi pelatihan di kampus Islam
seperti UIN Jakarta, UIN Cirebon, dan UIN Yogyakarta.
Selain memberikan pelatihan kesadaran, Naqoy produktif menulis buku.
Sampai saat ini ia telah menulis delapan buku sebagai berikut. 1) My Name Is
Naqoy, 2) Awareness of Ramadhan, 3) The Heart of 7 Awareness, 4) The 7
Awareness, 5) One Minute Awareness, 6) 21 Days To Be Trans Human, 7) Satu Menit
Mencerahkan, 8) Jejak-jejak Makna Basrizal Koto.
Bukan hanya di Indoensia, bukunya tersebar sampai ke Amerika,
Belanda, Hongkong, dan Dubai. Naqoy juga memberikan ceramah dan siraman ruhani
di beberapa stasiun tv dan radio, seperti Metro TV, Smart FM, dan Classy FM
Padang. Ceramah dan motivasinya bisa diikuti di youtube, naqoy.id, rumahkesadaran.com,
dan the7awareness.com.
Pada 2013, Naqoy mendirikan Sekolah dan Pesantren Kesadaran serta
Naqoy University. Naqoy juga terpilih sebagai Ketua Alumni Tarbiyah, dan
bersama alumni mendirikan Bimbingan Belajar Altar.
Demikianlah Naqoy telah menjelma menjadi pengusaha pelatihan kesadaran
yang sukses. Ucapannya saat siswa Aliyah kepada ayah yang minder sebagai tukang
becak sudah terbukti. Kini sudah ada bintang terang di rumah itu.
Selain doa orangtua, kesuksesan Naqoy dan istri membangun bisnis
pelatihan kesadaran karena konsistensi dan kepercayaan kepada Tuhan yang total.
Naqoy juga rajin melaksanakan salat malam atau tahajud dan puasa Senin-Kamis.
Memang, bagi pelatih kesadaran, materi pelatihan akan lebih bisa
diterima peserta jika pelatih sendiri melakukan apa yang diceramahkan dan
ditulisnya. Pengalaman pribadi dan keluarga Naqoy yang agamis dan sukses
mengembangkan wirausaha pelatihan dan pendidikan merupakan modal besar sukses
pelatihan kesadarannya.