Mengenal Trainer Muda Bergelar Penutur Kesadaran Indonesia
Sempat Jadi Penjaga Sandal Di Masjid
Kesulitan sering membuat seseorang patah semangat,tapi tidak bagi Nanang Qosim Yusuf. Penderitaan yang di alaminya justru membawanya ke tangga kesuksesan: menjadi trainer termuda di Indonesia. Kini, dia menginspirasi banyak orang lewat bukunya.
ERIKA OCTAVIANA SARI:
NAQOY, begitu pria kelahiran Brebes,12 Agustus 1979 ini akrab disapa. Sepintas, tak ada yang istimewa dari dirinya. Dia hanya anak seorang petani miskin yang berda di kota Udang, Cirebon,Jawa Barat.Namun kemiskinan yang di beri keluarganya itu tak lantas menyurutkan semangatnya untuk terus mengenyam pendidikan setinggi mungkin.Berbekal uang Rp 60 ribu, selepas SMU tahun 1997, Naqoy memberanikan diri mengadu nasib ke ibu kota. Tujuannya hanya satu, melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Saat itu langkahnya tertuju pada IAIN Syarif Hidayatullah di kawasan Ciputat, Jakarta Selatan.
Sebelum mendaftar menjadi mahasiswa, dia harus berjuang keras mencari uang untuk biaya masuk ke kampus tersebut. “Apa saja saya lakukan, tapi yang positif tentunya. Apa saja yang bisa jual, saya jual,” katanya memulai perbincangan dengan Indo Pos. Setelah masalah biaya masuk kuliah terselesaikan, datang masalah berikutnya. Yakni tempat tinggal. Ya, di Jakarta tak seorangpun dikenalnya. Tak ada sanak keluarga yang bisa di tumpanginya selama berada di kota metropolitan yang dapat julukan kota kejam ini.
Maka, jadilah dia penjaga sepatu dan sandal di masjid untuk sekedar mendapat tempat bernaung sementara. Dinginnya lantai masjid Fathullah yang berada di komplek kampusnya menjadi saksi bisu perjuangan Naqoy selama berada di Jakarta. “ Selama dua tahun, saya tidur di luar tanpa alas,” kenangnya. Anak pertama dari tiga bersaudara ini memang benar-benar harus hidup prihatin. Makan pun tak bisa sesuka hati. Untuk mengirit pengeluarannya, dia menjalani puasa Senin-Kamis. “Selain sunah, ya karna memang ga ada uang untuk beli makanan,” tukas Naqoy sambil tertawa.Berat memang, terlebih saat dirinya mulai sakit-sakitan. Dinginya udara malam membuatnya sering mengalami batuk darah. Tetapi apa daya, tak ada pilihan lain baginya. Dia pun memilih bersabar dan menjalani hari-harinya dengan ikhlas. Bahkan ejekan dan sindiran datang dari teman-teman sekampusnya.“karena kerjaan saya jaga sepatu, menyapu dan mengepel lantai masjid, temen kampus sering ngeledekin, saya di anggap remeh,”tuturnya. Meremehkan. Sikap itu pula yang di tunjukan wanita yang kini menjadi isterinya kala itu. Kondisi Naqoy yang serba kekurangan membuat Dewi Umronih memandang dirinya sebelah mata.
Saat menyatakan perasaan cintanya, bisa di tebak Naqoy langsung mendapatkan penolakan dari pujaan hatinya itu. ”Kita beda, dia (dewi, Red) dari keluarga berada, setiap datang ke masjid, dia bawa mobil,” tambahnya. Beruntung dewi tak lantas menjauhinya dia menerima dirinya sebagai seorang sahabat. Tahun ke tiga di Jakarta, kehidupa Naqoy mulai membaik. Ancaman DO (drop out) yang sempat di terimanya beberapa kali dari pihak kampus tak lagi di terimanya. Pasalnya, selain ‘naik pangkat’ dengan menjadi staf di pusat pelatihan psikologis di lantai dua masjid Fathullah, dia di angkat anak oleh seorang psikolog yang menjadi trainer di tempatnya bekerja. “setiap dapat nilai bagus, saya mendapat beasiswa,”akunya. Soal kecerdasan otak, Naqoy tidak diragukan lagi, dari 730 lulusan IAIN di tahun 2001. Dia menjadi salah satu dari tiga mahasiswa yang direkrut kampusnya menjadi dosen. Tiga tahun lamanya dia mengajar kuliah psikologi di sana. Sebelum akhirnya menulis buku berjudul The 7 Awareness dan memulai menjadi trainer atau di sebut juga motivator.
Babak baru kehidupannya pun di mulai. Propesinya sebagai trainer melaju pesat dan menjadikannya sebagai trainer termuda di Indonesia. Sejumlah perusahaan besar tercatat sebagai kliennya dan mendapat kepercayaan pencerahan hati di sebuah radio swasta dipercayakan kepadanya. Buku pertamanya The 7 Awareness sudah terjual 15 ribu eksemplar, disusul dengan buku keduanya berjudul The Heart Of 7 Awareness yang masuk cetakan kedua. Tak kurang dari empat ribu alumni sudah berhasil di cetak The 7 Awareness Training yang di kelolanya sejak April 2006. kini, pusat pelatihan kesadaran miliknya itu sudah tersebar di lima kota, Bogor, Cirebon, Surabaya, Makasar dan Jakarta sebagai pusatnya.
Naqoy telah berhasil memotivasi banyak orang untuk bangkit dan menjadi lebih baik. Dari orang yang biasa-biasa saja menjadi di atas rata-rata. Baik dari segi ekonomi, kesehatan, sosial, intelektual maupun spiritual. ” Tidak ada maksud untuk menggurui, tapi menggugah kesadaran orang, memberinya jiwa baru,” tegas ayah dari Zaara dan Zyvaa Hayat Yusuf ini. Menurutnya, ada tujuh langkah untuk mengubah kondisi diri dari yang biasa menjadi di atas rata-rata. Kesuksesan, jiwa yang kuat, sikap bijak sana, visi yang datang dari panggilan jiwa bukan persepsi dan keikhlasan. Dia menambahkan, selama ini orang akan baru bangkit setelah mendapatkan oma alias one minute awareness. Oma, kata dia, bisa di peroleh dalam tiga cara. Lebih banyak mendengarkan, lebih banyak merenung, dan perbanyak meditasi atau berzikir.” Selama ini, banyak orang mendapat oma ketika sudah gagal. Seharusnya, kita menemukan oma sebelum gagal