Umi Hj, saya memanggilnya, ibu mertua yang sangat berkesan dalam hidup saya. Umi terlibat langsung dalam emosi ketika saya menulis buku pertama THE 7 AWARENESS. Waktu itu saya mesih tinggal bersama mertua dirumahnya. Tiga bulan pertama pernikahan, seperti hanya layaknya pasangan muda pada umumnya, sayapun melewati dengan banyak cobaan dan goncangan baik yang kecil sampai begitu keras, saat goncangan itu datang, satu orang yang menghibur dengan bahasa polos dan apa adanya adalah ibu mertua saya.
Ketika ada perasaan sedih, merasa kurang dihargai dan termarginalkan, saya menulis buku pertama T7A, tentunya teman-teman alumni memahami bahwa saya pada awalnya tidak seratus persen diterima oleh keluarga bu dewi, salah satu orang yang menerima dari sekian banyak yang tidak suka adalah Umi. Dia menerima saya apa adanya sebagai seorang menantu yang waktu itu bekerja sebagai asdos di kampus UIN dengan pengahasilan tidak tetap.
Foto diatas diambil pada saat Umi Hj.Sami dan Bu Dewi datang menghadiri peluncuran buku pertama saya, 21 April 2006 di Pasaraya Grande Blok M, malam itu, senyumnya masih menunjukan kebahagiaan yang sangat. Selain sosok ibu mertua yang luar biasa dimata saya, beliau juga sosok ibu yang sangat dicintai oleh anaak-anaknya, juga sosok istri yang soleheh, dengan penyakit diabet kritis ia tetap saja melayani semua kebutuhan suaminya dengan baik dan benar.
Ada satu hal yang saya hampir terlupa, ketika saya dan istri saya sedang ke luar kota memberikan training T7A, kedua anak kembar saya bersamanya, saya percaya seandainya Zaara dan Zyvaa sudah bicara dengan lancar, iapun akan menulis betapa indahnya hidup bersama neneknya. Allah memiliki rencana-Nya sendiri, tepat seminggu Umi dirawat di ICU, lalu umi pulang karena dokter sudah pasrah, tepat hari jum'at, 30 Jan 09 jam 00.00 di rumahnya, umi yang luar biasa, wafat dipanggil Allah SWT. Sejujurnya, ia bukan semaikin jauh buat saya, setekah ia wafat justru ia semakin dekat di hati saya dan istri saya. Semoga Allah mengampuni segala kekuranganya dan memberikan "Rahmat'-nya untuknya. (Catatan dari Nanang Qosim Yusuf untuk Ibu Mertua)
Ketika ada perasaan sedih, merasa kurang dihargai dan termarginalkan, saya menulis buku pertama T7A, tentunya teman-teman alumni memahami bahwa saya pada awalnya tidak seratus persen diterima oleh keluarga bu dewi, salah satu orang yang menerima dari sekian banyak yang tidak suka adalah Umi. Dia menerima saya apa adanya sebagai seorang menantu yang waktu itu bekerja sebagai asdos di kampus UIN dengan pengahasilan tidak tetap.
Foto diatas diambil pada saat Umi Hj.Sami dan Bu Dewi datang menghadiri peluncuran buku pertama saya, 21 April 2006 di Pasaraya Grande Blok M, malam itu, senyumnya masih menunjukan kebahagiaan yang sangat. Selain sosok ibu mertua yang luar biasa dimata saya, beliau juga sosok ibu yang sangat dicintai oleh anaak-anaknya, juga sosok istri yang soleheh, dengan penyakit diabet kritis ia tetap saja melayani semua kebutuhan suaminya dengan baik dan benar.
Ada satu hal yang saya hampir terlupa, ketika saya dan istri saya sedang ke luar kota memberikan training T7A, kedua anak kembar saya bersamanya, saya percaya seandainya Zaara dan Zyvaa sudah bicara dengan lancar, iapun akan menulis betapa indahnya hidup bersama neneknya. Allah memiliki rencana-Nya sendiri, tepat seminggu Umi dirawat di ICU, lalu umi pulang karena dokter sudah pasrah, tepat hari jum'at, 30 Jan 09 jam 00.00 di rumahnya, umi yang luar biasa, wafat dipanggil Allah SWT. Sejujurnya, ia bukan semaikin jauh buat saya, setekah ia wafat justru ia semakin dekat di hati saya dan istri saya. Semoga Allah mengampuni segala kekuranganya dan memberikan "Rahmat'-nya untuknya. (Catatan dari Nanang Qosim Yusuf untuk Ibu Mertua)